Tanggal 24 Maret hari ini diperingati untuk mengenang peristiwa Bandung Lautan Api. Walaaah baru ngeuh juga setelah lihat liputan siang di salah satu stasiun TV swasta. Tok-tok-tok neng....malu juga niy sebagai orang Bandung yang tinggalnya deket banget sama monumen Bandung Lautan Api (BLA) tapi gak hafal sejarah, ya minimal kan tahu dikiiit, hehehe. Masa ndak aware dan gak penasaran ada monumen segede gaban yang nemplok di tengah lapangan. Bahkan suka dipake setting acara musik besar hehehe.
Iyaa abisnya kalo ke BLA bukannya olahraga malah cuci mata karena banyaknya pasar kaget, hahaha, duuh naluri belanja emang nempel banget tuh ya. Padahal niat awal udah mau olahraga plus lengkap dengan sepatu olahraganya. Hohohoohooo sampe di tempat eeeeehhhh malaaah wisata belanja, hadeuuuh plus wisata kuliner, hadeuuuhhh lagi *tepok jidat, ahahhaha
Udah ah curcol nya...mau nyeritain yang BLA ajah, get from many sources. Istilah Bandung Lautan Api sendiri muncul karena pada tanggal 24 Maret 1946 wilayah Bandung Selatan dibumingahuskan oleh pejuang dan penduduknya sendiri agar wilayahnya tidak dikuasai oleh sekutu. Moh. Ramdan dan Moch. Toha adalah para pejuang yang ditugasi untuk membakar gudang mesiu yang berada di daerah Dayeuhkolot, tapi saat melaksanakan tugasnya mereka gugur karena ledakan granat tangan yang mereka bawa untuk meledakan gudang mesiu tersebut.
Bermula dari Tentara Sekutu dan NICA Belanda yang menguasai wilayah Bandung Utara memberikan ultimatum kepada Tentara Republik Indonesia (TRI) untuk meninggalkan wilayah Bandung . Hal ini disetujui oleh Pihak TRI Jakarta, dimana Menteri Keamanan Rakyat saat itu MR. Amir Syarifuddin datang ke Bandung dan memberi perintah untuk mengundurkan diri dari Kota Bandung, tetapi pihak TRI Yogyakarta memutuskan untuk mempertahankan wilayah Bandung Selatan. Maka TRI dan masyarakat Bandung memutuskan untuk mundur ke selatan sambil membakar kota Bandung karena mereka tidak rela wilayahnya dimanfaatkan oleh tentara Sekutu.
Pembakaran dimulai jam 9 malam, tempat pertama yang dibakar adalah Indisch Restaurant di utara Alun-alun (BRI Tower sekarang). Para pejuang dan masyarakat membakari semua bangunan dari di sekitar Jalan Kereta Api dari Ujung Berung ke Cimahi sehingga menyebabkan kobaran api sepajang 12KM dari timur ke barat Bandung.
Aca Bastaman seorang wartawan dikenal sebagai orang pertama yang mempopulerkan istilah Bandung Lautan Api, karena dia melihat dari wilayah Pameungpeuk kobaran api yang sangat merah membakar Bandung, maka beliau membuat liputan tentang peristiwa tersebut. Cerita lain juga mengatakan bahwa Rukana yang menyuarakan tentang Bandung Lautan Api kepada Komandan Siliwangi AH. Nasution.
Tersinspirasi dari peristiwa Bandung Lautan Api, banyak tokoh yang mengabadikannya dalam bentuk sastra tulis dan lagu.
Halo-Halo Bandung
Pencipta / Pengarang Lirik dan Lagu : Ismail Marzuki
Halo-halo Bandung
Ibukota periangan
Halo-halo Bandung
Kota kenang-kenangan
Sudah lama beta
Tidak berjumpa dengan kau
Sekarang telah menjadi lautan api
Mari bung rebut kembali
Sajak Seorang Tua Tentang Bandung Lautan Api - WS. Rendra
Bagaimana mungkin kita bernegara
bila tidak mampu mempertahankan wilayahnya
bagaimana mungkin kita berbangsa
bila tidak mampu mempertahankan kepastian hidup bersama ?
Itulah sebabnya
kami tidak ikhlas
menyerahkan Bandung kepada tentara Inggris
dan akhirnya kami bumi hanguskan kota tercinta itu
sehingga menjadi lautan api
Kini batinku kembali mengenang
udara panas yang bergetar dan menggelombang,
bau asap, bau keringat
suara ledakan dipantulkan mega yang jingga, dan kaki
langit berwarna kesumba
Kami berlaga
memperjuangkan kelayakan hidup umat manusia.
kedaulatan hidup bersama adalah sumber keadilan merata
yang bisa dialami dengan nyata
mana mungkin itu bisa terjadi
di dalam penindasan dan penjajahan
manusia mana
akan membiarkan keturunannya hidup
tanpa jaminan kepastian?
Hidup yang disyukuri adalah hidup yang diolah
hidup yang diperkembangkan
dan hidup yang dipertahankan
itulah sebabnya kami melawan penindasan
kota Bandung berkobar menyala-nyala tapi kedaulatan
bangsa tetap terjaga
Kini aku sudah tua
aku terjaga dari tidurku
di tengah malam di pegunungan
bau apakah yang tercium olehku?
Apakah ini bau asap medan laga tempo dulu
yang dibawa oleh mimpi kepadaku?
ataukah ini bau limbah pencemaran?
Gemuruh apakah yang aku dengar ini?
apakah ini deru perjuangan masa silam
di tanah periangan?
ataukah gaduh hidup yang rusuh
karena dikhianati dewa keadilan.
Aku terkesiap
sukmaku gagap
apakah aku dibangunkan oleh mimpi?
Apakah aku tersentak
oleh satu isyarat kehidupan?
Di dalam kesunyian malam
aku menyeru-nyeru kamu, putera-puteriku
Apakah yang terjadi?
Darah teman-temanku
telah tumpah di Sukakarsa
di Dayeuh Kolot
di Kiara Condong
di setiap jejak medan laga.
Kini
kami tersentak,
terbangun bersama.
putera-puteriku, apakah yang terjadi?
apakah kamu bisa menjawab pertanyaan kami?
Wahai teman-teman seperjuanganku yang dulu,
apakah kita masih sama-sama setia
membela keadilan hidup bersama
Manusia dari setiap angkatan bangsa
akan mengalami saat tiba-tiba terjaga
tersentak dalam kesendirian malam yang sunyi
aan menghadapi pertanyaan jaman:
apakah yang terjadi?
apakah yang telah kamu lakukan?
apakah yang sedang kamu lakukan?
Dan, ya, hidup kita yang fana akan mempunyai makna
dari jawaban yang kita berikan.
Oleh : W.S. Rendra
Source from www.ipuisi.com
Untuk memperingati dan agar masyarakat Bandung bisa merasakan perjuangan Bandung LAutan Api, maka Paguyuban Pelestarian Budaya Bandung (Bandung Heritage)
bekerjasama dengan American Express Bank Fondation (AMEX Bank
Fondation) membuat “Bandung Lautan Api Heritage Trail” . Dalam membuat jalur ini, telah dibangun
10 stilasi berukuran tinggi sekitar 1,5m. Stilasi ini dibuat oleh Sunaryo seorang seniman Bandung. Stilasi ini memiliki tiga sisi
yang memberikan informasi tentang peristiwa yang terjadi dilokasi
berdirinya stilasi tersebut, yaitu keterangan Pembuat Stilasi (Bandung
Heritage) dan (AMEX Bank Fondation), Teks Lagu “Halo-Halo Bandung”
sebagai Penanda Stilasi, serta Peta “Bandung Lautan Api Heritage Trail”.
“Bandung Lautan Api Heritage Trail” dibuat dari Bandung Utara ke
Bandung Selatan, melintasi jalur kereta api dan berakhir di Lapangan
Tegallega dengan Tugu “Bandung Lautan Api” yang telah dibangun beberapa
tahun sebelumnya.
Sekilas Lintas tentang Konsep estetika stilasi Bandung Lautan Api Heritage Trail http://newyorkermen.multiply.com/journal
Konsep
bentuk, bangun dasar dari stilasi Bandung Lautan Api Heritage Trail,
adalah prisma tegak, vertical diatas silinder piph, geometris sehigga
pandangan keseluruhan menyerupai “TONGGAK atau “PILAR” yang eksak,
ditengah bentuk-bentuk yang biasanya complicated dalam ruang urban. Dari
kontras yang terjadi, diharapkan stilasi tersebut tumbuh menjadi
eksistensi visual yang berarti sesuai dengan misinya sebagai tanda
peringatan atau monumen. Teks bentuk “TONGGAK” atau “ PILAR” sangat
penting terutama ketika dikaitkan kiranya tidak berlebihan jika stilasi
tersebut kita sebut sebagai `TONGGAK SEJARAH` atau `PILAR SEJARAH`.
Seperti
kita pahami berasama, kehadiran stilasi Bandung Lautan Api Heritage
Trail, adalah eksistensi sebuah tanda peringatan, ibarat sebuah pintu
masuk menuju ruang kesejarahan, patut dirawat dan dipelihara agar benda
ini lestari. (Sunaryo).
LOKASI 10 (SEPULUH) STILASI:
Kantor
Berita Domei (Jl. Ir. H. Juanda-Sultan Agung ); teks Proklamasi pertama
kali dibaca oleh rakyat Bandung.
Gedung
Denis (Bank JABAR), Persimpangan Jl. Braga dan Naripan; insiden bendera
yang dilakukan oleh E. Karmas dan Moeljono sekitar Oktober 1945. “…
sampai diatas, lalu megang tiang bendera, ternyata saya berdua dengan
Moeljono. Moeljono berteriak, “Terus, terus naik!” saya bingung. Waktu
lihat kebawah, ngeri sekali. Untung saja, bendera terkulai, dan
terpegang ujungnya. Moeljono memegang bendera, saya membuka bayonet,
lantas bendera Belanda tersebut disobek bagian birunya. Ternyata banyak
orang dibawah, saya agak besar hati karena tidak sendiri …” (M.E.
Karmas).
Gedung Asuransi Jiwas Raya (Jl. Asia Afrika); dahulu markas Resimen 8.
“Tanggal
13 Oktober 1945, kurang lebih jam 9.00, pimpinan TKR sedang berapat di
Gedung NILMIJ sebelah utara alun-alun. Tak diduga sebelumnya, dating
konvoi pasukan komando … sangat disesalkan bahwa kami tidak diberitahu
tentang kedatangan mereka … akhirnya kedatangan mereka dicurigai oleh
semua badan perjuangan, meskipun mereka mengakui beiitikad baik untuk
mengatur kembali Jepang dan membebaskan para tawanan Belanda,” (Kolonel
TNI (Purn.) H. Daeng Kosasih Ardiwinata).
Rumah
di Jl. Simpang; tempat perumusan serta diputuskannya pembumihangusan
Kota Bandung.” … Kita disini asal bisa tidur, bisa makan. Sementara
rapat, rapat, rapat, terus berjalan, membuat rencana. Kita sering
berkumpul di Simpangsteeg… ada komandan resimen. Kumpul saja begini. Ada
yang duduk diatas. Kita merencanakan disana.” (Kolonel TNI (Purn.) H.
Daeng Kosasih Ardiwinata).
Jalan Oto Iskandardinata-Jalan Kautaman Istri.
Rumah di Jl. Simpang; tempat perumusan serta
diputuskannya pembumihangusan Kota Bandung.” … Kita disini asal bisa
tidur, bisa makan. Sementara rapat, rapat, rapat, terus berjalan,
membuat rencana. Kita sering berkumpul di Simpangsteeg… ada komandan
resimen. Kumpul saja begini. Ada yang duduk diatas. Kita merencanakan
disana.” (Kolonel TNI (Purn.) H. Daeng Kosasih Ardiwinata).
Rumah
dan Markas Kolonel Abdul Haris Nasution (Jl. Dewi Sartika).”… Kantor
tempat saya bekerja dulu namanya Regentsweg, persis disamping
kabupaten,” (Jenderal TNI (Purn.) A.H. Nasution)
Pertigaan Lengkong dalam – lengkong tengah; tempat tinggal warga Indo-Belanda
“…
6 Desember 1945, Lengkong Besar dibom oleh pesawat Thunderbolt Inggris.
Banyak orang Indo Belanda yang tinggal di daerah ini,” Sungai
Cikapundung, saksi bisu musibah banjir.”… waktu itu saya masuk PMI.
Cikapundung Banjir besar sekali. Babakan Ciamis, lengkong, Sasak
gantung. Kami diserang oleh Inggris, mereka membombardir dari Homann,”
(Karman Somawidjaja)
Jalan Jembatan Baru; Garis Pertahanan pemuda pejuang saat terjadintya pertempuran lengkong.
“…
Saya ingat, pada hari minggu mereka menyerang ke jurusan lengkong. Kami
bertahan antara Jembatan Baru dari Jam 8 pagi sampai 2 siang. Kami
kalah kuat, ada serangan pesawat Mustang. Malah antara Ciateul-Haji Umar
diserang Bom,” (Endang Momo)

SD ASMI (Jl. Asmi); markas Pemuda Pejuang sebelum Peristiwa Bandung Lautan Api.
”…
Markas Pemuda PESINDO dan BBRI berada di Gang Asmi, ya di SD Asmi
itulah. Keakraban diantara kami ditunjukan lewat tukar menukar senjata, ‘
(Upin UMri).
Jalan Mohammad Toha; gedung pemancar NIROM yang digumakan untuk menyebarkan Proklamasi RI ke seluruh Indonesia dan dunia.
”…
kemudian Pak Darya menulis surat kabar Bandung, bahwa beliau berhasil
menyiarkan lagu Indonesia Raya dan teks Proklamasi sehingga terdengar ke
seluruh dunia. Bahkan ada orang Indonesia di Arab yang menyurati
beliau, ‘Terima kasih, karena saya tahu dari radio Bandung’ …” (M.E.
Karmas).
Inilah sepenggal cerita dari peristiwa Bandung Lautan
Api, dimana pengorbanan dibutuhkan untuk mempertahankan sesuatu yang
sangat dicintai. Idealisme menjadi pembakar semangat yang ampuh untuk
membangkitkan semangat para pejuang dan penduduk Bandung. Sampai
sekarang saya masih sangat mencintai Bandung dengan segala kelebihan dan
kekurangannya. Setiap bangun pagi dan melihat lalu lintas yang sudah
mulai ramai di depan rumah saya, sedikit senyum menghias pagi hari saya
karena pada waktu sepagi ini pun penduduk Bandung sudah mulai melaksanakan aktifitasnya. Sebelum saya berangkat mengajar saya pasti selalu menarik nafas panjang dan tersenyum lebih lebar karena masih diberi kesempatan untuk menghirup udara segar di kota saya yang tercinta ini.