Tiba-tiba teringat artikel tentang ISOLA yang di tag tahun lalu ke FB saya. Hehhehe Waktu itu saya sempet malu karena sebagai alumni UPI sempet gak tau tentang sejarah ISOLA, yang ngetag malah alumni ITB, hehehe. Mas Ruly saya ijin lagi ya artikelnya dishare di blog, berhubung banyak anak-anak UPI biar sama-sama hatam tentang sejarahnya dan kisah Berretty yang dulu sempet heboh diskusinya...
Teman-teman ini sejarah ISOLA, ada beberapa bagian ya, have a nice reading all :)
Untuk mewujudkan ambisinya membangun
sebuah Vila mewah dan modern, Berretty telah memilih lokasi yang telah
diperhitungkannya secara matang dari berbagai macam aspek. Tanah seluas 120.000
meter di desa Tjidadap, tepatnya di Lembangweg, kini sekarang jalan Setiabudi
Kota Bandung, memiliki lokasi yang sangat strategis baik dari sudut pandang
maupun aksesibilitasnya. Iklim Bandung di kala itu masih sangat dingin, apalagi
di kawasan Bandung Utara yang dekat dengan lembang. Lokasi tersebut sangat
tepat peruntukkannya sebagai lokasi Vila atau rumah peristirahatan, karena
jaraknya dari dan menuju pusat kota relatif cukup jauh.
Pada hari Minggu 12 Maret 1933, Berretty mengadakan
upacara peletakan batu pertama pembangunan vilanya tersebut. Hampir semua orang
penting di Kota Bandung hadir pada acara tersebut, diantaranya; Walikota
Bandung, Kepala Kantoor PTT beserta para pejabatnya, Para Anggota Dewan
Rakyat, Presiden Royal Packet Company, Chen Italia, Konsul di Batavia, para komandan
dari Departemen Penerbangan dan kesembilan batalyon infanteri Tjimahi, Kepala Distrik Provinsial Air, Bupati Bandung dan hoofdpenghoeloe,pemimpin bisnis
lokal, staf kantor pusat Aneta, editor dari berbagai surat kabar di daerah
lain, termasuk Bapak Arnoldo Fraccaroli, dari Corriere della Sera di Milan, dll
(Sumber dari harian "Java Bode", Selasa 14
Maret 1933).
Perjalanan keliling situs pembangunan dimulai pukul
10.00 dipimpin oleh Berretty sendiri, mengajak para tamu berkeliling. Peletakan
batu pertama dimulai oleh peletakan bata pertama oleh putera Berretty, diikuti
oleh para tamu yang menyusun bata untuk dipasang pada bagian bangunan yang
pertama digarap. Sambil memperhatikan para tamu yang ikut meletakkan bata,
Berretty bercerita impiannya tentang Vila ini, termasuk bunga-bungaan yang menghiasinya adalah bunga-bunga yang dibiakkan secara
khusus, dan dipasang sesuai dengan desain bangunan secara keseluruhan. Seorang
yang perfeksionis!
Tak lama kemudian, Prof. Wolff Schoemacher, seorang guru
besar arsitek pengajar di Technische Hoogeschool (sekarang Institut Teknologi
Bandung) dan yang dipilih oleh Berretty untuk mendesain vilanya, menjelaskan
konsep keseluruhan bangunan vila berikut taman dan kolamnya. Pada masa itu,
Schoemacher adalah arsitek yang sangat terkenal, dan karyanya banyak menghiasi
kota Bandung, seperti Beberapa gedung di Jalan Braga, Katedral di Jalan
Merdeka, Masjid Cipaganti,dan beberapa gedung yang menjadi Landmark Kota
Bandung.
Ada beberapa patah kata menarik dari sambutan yang dilontarkan
oleh Berretty, bahwa ia sangat mencintai negeri ini, dan akan menetap selamanya
di Hindia Belanda. Ia juga menegaskan kepada para tamu, bahwa ia tidak akan
pindah ke negara manapun juga, dan akan terus memimpin dan membesarkan Aneta
menjadi agen pers yang ternama. Mr Kiewiet de Jonge, seorang pejabat Hindia
Belanda berkata, vila ini mempunyai sudut pandang yang menarik dari sudut manapun juga. Staf kabupaten, R. Moehamad Henokh, memuji
kerja keras yang dilakukan dalam membangun kawasan vila tersebut dengan
melibatkan 700 orang tenaga kerja dengan perlakuan penggajian dan pemberian
makanan dengan sangat baik.
Tujuh bulan berlangsung pembangunan ekstra cepat,
akhirnya selesailah vila yang spektakuler tersebut. Pada tanggal 16 Desember
1933, Berretty dan nyonya mengundang tamu-tamu penting pada
peresmiannya.Seperti yang dilakukannya pada peletakan batu pertama, Berretty
mengundang tamunya tur berkeliling kawasan vila tersebut. Acara itu disajikan
khusus secara dramatik, dengan memasang obor pada titik-titik tertentu, dan
membangun suasana misterius, apalagi acara tersebut diselenggarakan pada pukul
8 malam. Para tamu berkumpu di ruang biliar, kemudian dipandu
oleh Berretty sendiri berkeliling hingga berakhir di puncak gedung sambil
menikmati barbeque serta suasana romantik dengan hembusan angin dingin,
diterangi temaram cahaya obor dan pemandangan lampu kota dilihat dari
ketinggian di kawasan bandung Utara.
Setelah para tamu melakukan toast kepada Berretty dan
Nyonya, mereka semua berjalan menuju ruang film yang mempunyai kapasitas 60
tempat duduk. Mereka disajikan film proses pembangunan Vila Isola. Para tamu
berdecak kagum, karena pada jaman itu belum pernah ada sebuah bangunan yang
dipersiapkan begitu matang hingga pendokumetasiannya. Setelah memutar beberapa
film box office di masa itu, para tamu pulang ke rumah masing-masing diiringi
suara kokok ayam jantan di pagi hari, dengan hati yang masih terkagum-kagum
mendapat pengalaman spektakuler dari si konglomerat eksentrik Dominique Willem
Berretty.
Pembangunan Vila Isola adalah pembangunan yang sangat
spektakuler pada masa itu di Hindia Belanda. Pembangunan yang memakan waktu
"hanya" tujuh bulan dengan mengerahkan 700 orang pekerja. ada saksi
mata pembangunan gedung ini yang tinggal di daerah sekeloa-Dipati ukur Bandung
bernama Abah Uha. Kala itu beliau sudah berumur 93 tahun, dan menceritakan
pengalamannya ini sekitar tahun 90'an. Abah Uha pernah beberapa kali melihat
"mister Bareti" (begitu lidah para pekerja menyebut DW Berretty
dengan lidah sundanya) mengontrol pekerjaan pembangunan vilanya tersebut. menurut Abah
Uha, Berretty adalah seorang yang sangat ramah, menyapa para pekerjanya tanpa
mendiskriminasikan mana bule, mana pribumi. Mungkin juga karena Berreety
setengah Italia setengah Jawa, sehingga ia mempunyai rasa sebagai bangsa negeri
ini separuh hatinya.
Secara teknis, bangunan vila ini sudah menggunakan beton
bertulang serta material struktur yang melampaui jamannya. Desainnya yang
sangat plastis membutuhkan dukungan struktur dan material yang kokoh
dan perhitungan yang akurat. Beberapa material memang special order, sehingga
biaya pambangunan vila ini sangat tinggi. Jika disetarakan dengan nilai rupiah
sekarang, nilai bangunannya saja berharga 60 Milyar Rupiah. Belum lagi nilai
investasi tanah yang terhampar begitu luasnya. Pantas saja pemerintah kolonial
serta para wartawan yang berseberangan dengan Berretty terus memicingkan
matanya dan terus melakukan investigasi darimana kekayaan Berretty berasal.Vila
yang telah berdiri dengan anggunnya memang patut diacungkan jempol.
Desain bangunan yang futuristis ini benar-benar layak
menjdi landmark dan icon di era art-deco. Setiap lekuk liku yang ditampilkannya
benar-benar menggugah rasa yang mengamati tampilan visual gedung ini. Setiap
detil dirancang dengan tepat dan akurat, serta nyaris tidak ada celah tersisa
yang tidak memiliki makna dan fungsi apa-apa. dari mulai jalan menuju pintu
utama, hingga tampilan sekeliling vila ini merupakan representasi keindahan
visual masa itu.
Taman yang dihampari pecahan batu alam, serta penataan
yang mengangkat simplisitas dari gaya masa tersebut, dipadu dengan pemiihan
tanaman yang tepat, apalagi latar belakang hamparan taman tersebut menghadap
panorama alam priangan yang sejuk dan bersih mengesankan citra surealistik,
sehingga memberikan pengalaman visual yang unik dan berkelas bagi penikmatnya.
Lepas dari kepiawain arsitek Schoemacher mengolah komponen ini semua, DW
Berretty memang seorang perfeksionis yang bercita rasa tinggi.Untuk kolamnya
saja, Berretty memesan angsa hitam impor untuk memperindah kolam yang telah
ditata dengan elemen-elemen estetis serta patung yang didatangkan dari Belanda.
Untuk area garasi, vila ini memiliki lay out dan
blocking area yang unik. Kedua garasi yang terpisah di dua sayap terlihat
begitu cantiknya. Elemen-elemen sederhana turut melengkapi area garasi yang
ditunjang pemsanagan batu alam pada dinding dan tiang-tiangnya. Sedangkan
penggunaan batu pecah pada jalan di area tersebut benar-benar mengangkat
nilai-nilali alami bangunan tersebut.
Vila Isola tidak hanya cantik dilihat dibawah terpaan
matahari, tapi juga memberikan kesan anggun dan misterius jika dilihat pada
malam hari. Schoemacher telah memperhitungkan efek cahaya lampu-lampu yang
menembaki vila ini di malam hari, sehingga memberikan efek dramatik dan kesan
romantik.
M'I SOLO E VIVO... "Sendiri dan
Bertahan Hidup", itulah prinsip hidup Berretty yang diabadikan di dinding
ruang depan pintu masuk ke dalam Vilanya (FOTO 1). Desain Vila yang
diterjemahkan Schoemacher ke dalam konsep Vila Isola ini ternyata tidak
sembarangan. Semua memiliki makna filosofis. ISOLA sendiri berarti
"Terisolir", atau "dijauhkan" (dari keramaian), karena
selain sosok yang menyukai kehidupan glamour dan senang menghadapi orang
banyak, sesunguhnya Berretty adalah pribadi yang introvert, serta senang
kehidupan yang misterius dan tertutup. Disini terlihat ketajaman sense seorang
Schoemacher yang berhasil mewujudkan Isola menjadi Vila yang anggun, namun
tetap terlihat penuh misteri, seperti sosok pemiliknya.
Living Room atau tempat berkumpulnya keluarga Berretty
(GAMBAR 2) didesain begitu menawan. Lengkap dengan Grand Piano yang ditata
dengan kemiringan 45 derajat terhadap ruangan, memungkinkan pemainnya bisa
menikmati panorama kota Bandung yang terhampar di balik kaca jendela yang
melebar. Sofa yang diset di ruangan ini dilapis bahan tekstil, dirancang dengan
desain yang sudut ergonomisnya memang diperuntukkan menikmati panorama kota
Bandung dari ketinggian.
Sesuai dengan prinsipnya M'I SOLO E VIVO, Berretty
selalu mengendalikan bisnis dan strateginya dibalik meja kerjanya (GAMBAR 3).
Di sebuah ruangan yang bisa diakses dari ruang keluarga, Baretty selalu menghabiskan waktunya untuk berpikir dan menuangkan segala gagasannya. Jika
kita perhatikan, mebel yang digunakannya bergaya Art Deco. Gaya yang mutakhir
pada jamannya. Tidak hanya mebel utamanya saja, elemen-elemen penunjang
interior seperti elemen-elemem estetis di setiap dingingnya, hingga tempat
sampah yang berada di samping kursi kerjanya menunjukkan sebuah kesatuan desain
yang terintegrasi.
Ada sebuah ruangan yang menjadi favorit Berretty untuk
menghabiskan waktu santainya, yaitu ruangan studi (GAMBAR 4). Selera atau cita
rasa Berretty yang tinggi sangat terlihat dari penataan benda-benda koleksinya.
Sejumlah lukisan karya pelukis Eropa dan pelukis lokal ternama menghiasi dinding
ruangan tersebut. Ditambah lagi patung-patung karya seniman terkenal eropa
turut memperindah ruangan yang sering digunakannya untuk berlama-lama membaca
buku-buku yang tertata rapi di raknya.
Begitu pula dengan kamar tidur (GAMBAR 5), dua kursi
yang ditempatkan di kaki ranjang menghadap kaca jendela dan pintu geser
berukuran besar, sehingga memungkinkan penghuninya langsung menghirup segarnya
udara pegunungan di pagi hari sekaligus menikmati hangatnya sinar matahari.
Desain mebel yang dipergunakan di setiap ruangan dalam Vila Isola ini semua
merupakan satu kesatuan utuh. Ini terlihat dari desain mebel yang ada di setiap
ruangan tidur seperti ruang tidur tamu dan ruang tidur anak (GAMBAR 6)
Ruang Makan (GAMBAR 7) merupakan salah satu ruangan
terpenting dalam sebuah rumah. Hampir sebagian besar orang membuat nyaman ruang
makannya dengan elemen estetis penunjang interior yang membuat penghuninya
betah dan nyaman. Ruang makan di Vila Isola ini menggunakan mebel berdesain Art
Deco dengan finishing yang mewah dan nyaris sempurna. Dari mulai pemilihan
lampu hingga karpet terasa menyatu dengan ruangan yang posisinya masih
memungkinkan orang-orang yang makan di dalamnya menikmati panorama kota
Bandung. Akan semakin indah jika menikmati makan malam di ruangan ini, karena
bisa menikmati city lights kota Bandung sambil menikmati hidangan makan malam.
Di waktu senggang, Berretty bersama keluarga dan
teman-temannya di sebuah ruangan yang disebut "Sport Room" (GAMBAR
8). Mereka sering berkumpul ngobrol santai sambil bermain bilyar. Selain itu ada
beberapa peralatan amusement seperti karambol, catur, mini soccer dan
lain-lain. Penataan ruangan terasa begitu nyaman, sehingga membuat orang betah
berlama-lama di ruangan ini.
Barangkali ruangan ini merupakan ruangan yang paling
mutakhir yang dimiliki seseorang di rumahnya pada masa tersebut. Ruangan bar
(GAMBAR 9) yang di dalamnya terdapat sistem audio visual lengkap, sehingga bisa
menikmati beraneka jenis minuman, serta spektakuer adalah memiliki fasilitas
layar lebar dengan kapasitas 60 orang! Konon koleksi film yang ada di dalamnya
adalah film-film box office yang dikrim langsung dari produsennya di Hollywood,
setiap mereka melakaukan launching di tempat asalnya. Kedudukan Berretty
sebagai raja media di Asia Tenggara memungkinkan semua hal itu terjadi, karena
hubungannya begitu dekat dengan produser film, artis, dan raja-raja media
dunia.
Jika kita simpulkan, Berretty telah berhasil mewujudkan
impiannya utuk membangun surga di dunia menurut versinya. Dari sebuah prinsip
hidup, M'I SOLO E VIVO, Berretty telah berhasil membangun kejayaan, kekayaan
dan ketenaran yang sebenarnya sangat kontradiktif dengan prinsip hidupnya yang
senang menyepi dan bertahan hidup untuk membangun cita-citanya...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar