Senin, 19 Maret 2012

ISOLA Punya Cerita...

Tiba-tiba teringat artikel tentang ISOLA yang di tag tahun lalu ke FB saya. Hehhehe Waktu itu saya sempet malu karena sebagai alumni UPI sempet gak tau tentang sejarah ISOLA, yang ngetag malah alumni ITB, hehehe. Mas Ruly saya ijin lagi ya artikelnya dishare di blog, berhubung banyak anak-anak UPI biar sama-sama hatam tentang sejarahnya dan kisah Berretty yang dulu sempet heboh  diskusinya...

Teman-teman ini sejarah ISOLA, ada beberapa bagian ya, have a nice reading all :)





Untuk mewujudkan ambisinya membangun sebuah Vila mewah dan modern, Berretty telah memilih lokasi yang telah diperhitungkannya secara matang dari berbagai macam aspek. Tanah seluas 120.000 meter di desa Tjidadap, tepatnya di Lembangweg, kini sekarang jalan Setiabudi Kota Bandung, memiliki lokasi yang sangat strategis baik dari sudut pandang maupun aksesibilitasnya. Iklim Bandung di kala itu masih sangat dingin, apalagi di kawasan Bandung Utara yang dekat dengan lembang. Lokasi tersebut sangat tepat peruntukkannya sebagai lokasi Vila atau rumah peristirahatan, karena jaraknya dari dan menuju pusat kota relatif cukup jauh.

Pada hari Minggu 12 Maret 1933, Berretty mengadakan upacara peletakan batu pertama pembangunan vilanya tersebut. Hampir semua orang penting di Kota Bandung hadir pada acara tersebut, diantaranya; Walikota Bandung, Kepala Kantoor PTT beserta para pejabatnya, Para Anggota Dewan Rakyat, Presiden Royal Packet Company, Chen Italia, Konsul di Batavia, para komandan dari Departemen Penerbangan dan kesembilan batalyon infanteri Tjimahi, Kepala Distrik Provinsial Air, Bupati Bandung dan hoofdpenghoeloe,pemimpin bisnis lokal, staf kantor pusat Aneta, editor dari berbagai surat kabar di daerah lain, termasuk Bapak Arnoldo Fraccaroli, dari Corriere della Sera di Milan, dll
(Sumber dari harian "Java Bode", Selasa 14 Maret 1933).

Perjalanan keliling situs pembangunan dimulai pukul 10.00 dipimpin oleh Berretty sendiri, mengajak para tamu berkeliling. Peletakan batu pertama dimulai oleh peletakan bata pertama oleh putera Berretty, diikuti oleh para tamu yang menyusun bata untuk dipasang pada bagian bangunan yang pertama digarap. Sambil memperhatikan para tamu yang ikut meletakkan bata, Berretty bercerita impiannya tentang Vila ini, termasuk bunga-bungaan yang menghiasinya adalah bunga-bunga yang dibiakkan secara khusus, dan dipasang sesuai dengan desain bangunan secara keseluruhan. Seorang yang perfeksionis!

Tak lama kemudian, Prof. Wolff Schoemacher, seorang guru besar arsitek pengajar di Technische Hoogeschool (sekarang Institut Teknologi Bandung) dan yang dipilih oleh Berretty untuk mendesain vilanya, menjelaskan konsep keseluruhan bangunan vila berikut taman dan kolamnya. Pada masa itu, Schoemacher adalah arsitek yang sangat terkenal, dan karyanya banyak menghiasi kota Bandung, seperti Beberapa gedung di Jalan Braga, Katedral di Jalan Merdeka, Masjid Cipaganti,dan beberapa gedung yang menjadi Landmark Kota Bandung.

Ada beberapa patah kata menarik dari sambutan yang dilontarkan oleh Berretty, bahwa ia sangat mencintai negeri ini, dan akan menetap selamanya di Hindia Belanda. Ia juga menegaskan kepada para tamu, bahwa ia tidak akan pindah ke negara manapun juga, dan akan terus memimpin dan membesarkan Aneta menjadi agen pers yang ternama. Mr Kiewiet de Jonge, seorang pejabat Hindia Belanda berkata, vila ini mempunyai sudut pandang yang menarik dari sudut manapun juga. Staf kabupaten, R. Moehamad Henokh, memuji kerja keras yang dilakukan dalam membangun kawasan vila tersebut dengan melibatkan 700 orang tenaga kerja dengan perlakuan penggajian dan pemberian makanan dengan sangat baik.

Tujuh bulan berlangsung pembangunan ekstra cepat, akhirnya selesailah vila yang spektakuler tersebut. Pada tanggal 16 Desember 1933, Berretty dan nyonya mengundang tamu-tamu penting pada peresmiannya.Seperti yang dilakukannya pada peletakan batu pertama, Berretty mengundang tamunya tur berkeliling kawasan vila tersebut. Acara itu disajikan khusus secara dramatik, dengan memasang obor pada titik-titik tertentu, dan membangun suasana misterius, apalagi acara tersebut diselenggarakan pada pukul 8 malam. Para tamu berkumpu di ruang biliar, kemudian dipandu oleh Berretty sendiri berkeliling hingga berakhir di puncak gedung sambil menikmati barbeque serta suasana romantik dengan hembusan angin dingin, diterangi temaram cahaya obor dan pemandangan lampu kota dilihat dari ketinggian di kawasan bandung Utara.

Setelah para tamu melakukan toast kepada Berretty dan Nyonya, mereka semua berjalan menuju ruang film yang mempunyai kapasitas 60 tempat duduk. Mereka disajikan film proses pembangunan Vila Isola. Para tamu berdecak kagum, karena pada jaman itu belum pernah ada sebuah bangunan yang dipersiapkan begitu matang hingga pendokumetasiannya. Setelah memutar beberapa film box office di masa itu, para tamu pulang ke rumah masing-masing diiringi suara kokok ayam jantan di pagi hari, dengan hati yang masih terkagum-kagum mendapat pengalaman spektakuler dari si konglomerat eksentrik Dominique Willem Berretty.



Pembangunan Vila Isola adalah pembangunan yang sangat spektakuler pada masa itu di Hindia Belanda. Pembangunan yang memakan waktu "hanya" tujuh bulan dengan mengerahkan 700 orang pekerja. ada saksi mata pembangunan gedung ini yang tinggal di daerah sekeloa-Dipati ukur Bandung bernama Abah Uha. Kala itu beliau sudah berumur 93 tahun, dan menceritakan pengalamannya ini sekitar tahun 90'an. Abah Uha pernah beberapa kali melihat "mister Bareti" (begitu lidah para pekerja menyebut DW Berretty dengan lidah sundanya) mengontrol  pekerjaan pembangunan vilanya tersebut. menurut Abah Uha, Berretty adalah seorang yang sangat ramah, menyapa para pekerjanya tanpa mendiskriminasikan mana bule, mana pribumi. Mungkin juga karena Berreety setengah Italia setengah Jawa, sehingga ia mempunyai rasa sebagai bangsa negeri ini separuh hatinya.

Secara teknis, bangunan vila ini sudah menggunakan beton bertulang serta material struktur yang melampaui jamannya. Desainnya yang sangat plastis membutuhkan dukungan struktur dan material yang kokoh dan perhitungan yang akurat. Beberapa material memang special order, sehingga biaya pambangunan vila ini sangat tinggi. Jika disetarakan dengan nilai rupiah sekarang, nilai bangunannya saja berharga 60 Milyar Rupiah. Belum lagi nilai investasi tanah yang terhampar begitu luasnya. Pantas saja pemerintah kolonial serta para wartawan yang berseberangan dengan Berretty terus memicingkan matanya dan terus melakukan investigasi darimana kekayaan Berretty berasal.Vila yang telah berdiri dengan anggunnya memang patut diacungkan jempol.

Desain bangunan yang futuristis ini benar-benar layak menjdi landmark dan icon di era art-deco. Setiap lekuk liku yang ditampilkannya benar-benar menggugah rasa yang mengamati tampilan visual gedung ini. Setiap detil dirancang dengan tepat dan akurat, serta nyaris tidak ada celah tersisa yang tidak memiliki makna dan fungsi apa-apa. dari mulai jalan menuju pintu utama, hingga tampilan sekeliling vila ini merupakan representasi keindahan visual masa itu.

Taman yang dihampari pecahan batu alam, serta penataan yang mengangkat simplisitas dari gaya masa tersebut, dipadu dengan pemiihan tanaman yang tepat, apalagi latar belakang hamparan taman tersebut menghadap panorama alam priangan yang sejuk dan bersih mengesankan citra surealistik, sehingga memberikan pengalaman visual yang unik dan berkelas bagi penikmatnya. Lepas dari kepiawain arsitek Schoemacher mengolah komponen ini semua, DW Berretty memang seorang perfeksionis yang bercita rasa tinggi.Untuk kolamnya saja, Berretty memesan angsa hitam impor untuk memperindah kolam yang telah ditata dengan elemen-elemen estetis serta patung yang didatangkan dari Belanda.

Untuk area garasi, vila ini memiliki lay out dan blocking area yang unik. Kedua garasi yang terpisah di dua sayap terlihat begitu cantiknya. Elemen-elemen sederhana turut melengkapi area garasi yang ditunjang pemsanagan batu alam pada dinding dan tiang-tiangnya. Sedangkan penggunaan batu pecah pada jalan di area tersebut benar-benar mengangkat nilai-nilali alami bangunan tersebut.

Vila Isola tidak hanya cantik dilihat dibawah terpaan matahari, tapi juga memberikan kesan anggun dan misterius jika dilihat pada malam hari. Schoemacher telah memperhitungkan efek cahaya lampu-lampu yang menembaki vila ini di malam hari, sehingga memberikan efek dramatik dan kesan romantik.



M'I SOLO E VIVO... "Sendiri dan Bertahan Hidup", itulah prinsip hidup Berretty yang diabadikan di dinding ruang depan pintu masuk ke dalam Vilanya (FOTO 1). Desain Vila yang diterjemahkan Schoemacher ke dalam konsep Vila Isola ini ternyata tidak sembarangan. Semua memiliki makna filosofis. ISOLA sendiri berarti "Terisolir", atau "dijauhkan" (dari keramaian), karena selain sosok yang menyukai kehidupan glamour dan senang menghadapi orang banyak, sesunguhnya Berretty adalah pribadi yang introvert, serta senang kehidupan yang misterius dan tertutup. Disini terlihat ketajaman sense seorang Schoemacher yang berhasil mewujudkan Isola menjadi Vila yang anggun, namun tetap terlihat penuh misteri, seperti sosok pemiliknya.

Living Room atau tempat berkumpulnya keluarga Berretty (GAMBAR 2) didesain begitu menawan. Lengkap dengan Grand Piano yang ditata dengan kemiringan 45 derajat terhadap ruangan, memungkinkan pemainnya bisa menikmati panorama kota Bandung yang terhampar di balik kaca jendela yang melebar. Sofa yang diset di ruangan ini dilapis bahan tekstil, dirancang dengan desain yang sudut ergonomisnya memang diperuntukkan menikmati panorama kota Bandung dari ketinggian.

Sesuai dengan prinsipnya M'I SOLO E VIVO, Berretty selalu mengendalikan bisnis dan strateginya dibalik meja kerjanya (GAMBAR 3). Di sebuah ruangan yang bisa diakses dari ruang keluarga, Baretty selalu menghabiskan waktunya untuk berpikir dan menuangkan segala gagasannya. Jika kita perhatikan, mebel yang digunakannya bergaya Art Deco. Gaya yang mutakhir pada jamannya. Tidak hanya mebel utamanya saja, elemen-elemen penunjang interior seperti elemen-elemem estetis di setiap dingingnya, hingga tempat sampah yang berada di samping kursi kerjanya menunjukkan sebuah kesatuan desain yang terintegrasi.

Ada sebuah ruangan yang menjadi favorit Berretty untuk menghabiskan waktu santainya, yaitu ruangan studi (GAMBAR 4). Selera atau cita rasa Berretty yang tinggi sangat terlihat dari penataan benda-benda koleksinya. Sejumlah lukisan karya pelukis Eropa dan pelukis lokal ternama menghiasi dinding ruangan tersebut. Ditambah lagi patung-patung karya seniman terkenal eropa turut memperindah ruangan yang sering digunakannya untuk berlama-lama membaca buku-buku yang tertata rapi di raknya.

Begitu pula dengan kamar tidur (GAMBAR 5), dua kursi yang ditempatkan di kaki ranjang menghadap kaca jendela dan pintu geser berukuran besar, sehingga memungkinkan penghuninya langsung menghirup segarnya udara pegunungan di pagi hari sekaligus menikmati hangatnya sinar matahari. Desain mebel yang dipergunakan di setiap ruangan dalam Vila Isola ini semua merupakan satu kesatuan utuh. Ini terlihat dari desain mebel yang ada di setiap ruangan tidur seperti ruang tidur tamu dan ruang tidur anak (GAMBAR 6)

Ruang Makan (GAMBAR 7) merupakan salah satu ruangan terpenting dalam sebuah rumah. Hampir sebagian besar orang membuat nyaman ruang makannya dengan elemen estetis penunjang interior yang membuat penghuninya betah dan nyaman. Ruang makan di Vila Isola ini menggunakan mebel berdesain Art Deco dengan finishing yang mewah dan nyaris sempurna. Dari mulai pemilihan lampu hingga karpet terasa menyatu dengan ruangan yang posisinya masih memungkinkan orang-orang yang makan di dalamnya menikmati panorama kota Bandung. Akan semakin indah jika menikmati makan malam di ruangan ini, karena bisa menikmati city lights kota Bandung sambil menikmati hidangan makan malam.

Di waktu senggang, Berretty bersama keluarga dan teman-temannya di sebuah ruangan yang disebut "Sport Room" (GAMBAR 8). Mereka sering berkumpul ngobrol santai sambil bermain bilyar. Selain itu ada beberapa peralatan amusement seperti karambol, catur, mini soccer dan lain-lain. Penataan ruangan terasa begitu nyaman, sehingga membuat orang betah berlama-lama di ruangan ini.

Barangkali ruangan ini merupakan ruangan yang paling mutakhir yang dimiliki seseorang di rumahnya pada masa tersebut. Ruangan bar (GAMBAR 9) yang di dalamnya terdapat sistem audio visual lengkap, sehingga bisa menikmati beraneka jenis minuman, serta spektakuer adalah memiliki fasilitas layar lebar dengan kapasitas 60 orang! Konon koleksi film yang ada di dalamnya adalah film-film box office yang dikrim langsung dari produsennya di Hollywood, setiap mereka melakaukan launching di tempat asalnya. Kedudukan Berretty sebagai raja media di Asia Tenggara memungkinkan semua hal itu terjadi, karena hubungannya begitu dekat dengan produser film, artis, dan raja-raja media dunia.

Jika kita simpulkan, Berretty telah berhasil mewujudkan impiannya utuk membangun surga di dunia menurut versinya. Dari sebuah prinsip hidup, M'I SOLO E VIVO, Berretty telah berhasil membangun kejayaan, kekayaan dan ketenaran yang sebenarnya sangat kontradiktif dengan prinsip hidupnya yang senang menyepi dan bertahan hidup untuk membangun cita-citanya...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar